Jakarta (ANTARA) - Indonesia memiliki sejumlah target ambisius untuk mengembangkan energi terbarukan sebagai bagian dari komitmen terhadap keberlanjutan dan pengurangan emisi karbon.
Sasaran tersebut di antaranya diatur dalam beberapa dokumen dan kebijakan utama, termasuk Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Dalam RUEN, Indonesia menargetkan agar energi terbarukan menyumbang 23 persen dari total bauran energi pada 2025 dan 31 persen pada tahun 2050. Target itu mencakup berbagai jenis energi terbarukan seperti tenaga surya, tenaga angin, bioenergi, energi hidro, dan geotermal.
Kemudian, melalui (RUPTL), Indonesia menetapkan target pengembangan kapasitas energi terbarukan untuk periode tertentu. Misalnya, RUPTL 2021-2030 mencakup target pengembangan kapasitas energi terbarukan yang signifikan, termasuk proyek tenaga surya, angin, dan bioenergi.
Melalui peningkatan penggunaan energi terbarukan, Indonesia juga mewujudkan komitmennya untuk berkontribusi terhadap target global dengan mengurangi emisi gas rumah kaca sesuai target Nationally Determined Contribution (NDC) di bawah Perjanjian Paris.
Upaya mempercepat transisi energi dan mengurangi emisi karbon diwujudkan melalui berbagai kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan, termasuk insentif fiskal, dukungan pembiayaan, hingga regulasi yang mempermudah investasi.
Indonesia juga menerapkan kebijakan wajib yang mengharuskan penggunaan energi terbarukan dalam sektor listrik dan bahan bakar, termasuk kewajiban untuk mencampurkan biofuel dengan bahan bakar fosil.
Ekspansi proyek energi terbarukan
Komitmen Indonesia untuk memperluas kapasitas energi terbarukan dan memperkuat posisi sebagai pemain utama di sektor energi global terbarukan salah satunya diwujudkan melalui kerja sama dengan negara lain dalam proyek-proyek energi terbarukan, termasuk dengan negara-negara Afrika.
Afrika memiliki kapasitas energi yang sangat besar, meliputi berbagai sumber daya energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan. Potensi itu sangat penting karena kebutuhan energi di benua tersebut terus meningkat, serta dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dari sumber energi terbarukan, banyak negara di Afrika, terutama di bagian utara dan timur, menerima radiasi matahari yang tinggi, sehingga ideal untuk pembangkit listrik tenaga surya. Kemudian, luasnya lahan pertanian dan hutan di Afrika dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi dari biomassa, seperti sisa tanaman, limbah pertanian, dan kayu.
Selain itu, beberapa negara di Afrika Timur, khususnya di Cincin Api Pasifik memiliki potensi geotermal yang signifikan yang dapat dimanfaatkan untuk penyediaan energi bersih.
Sedangkan untuk sumber energi non-terbarukan, negara-negara seperti Nigeria, Angola, dan Libya merupakan produsen utama minyak di Afrika. Lalu, Algeria dan Mozambik memiliki potensi besar untuk ekspor gas. Afrika Selatan juga memiliki cadangan batu bara yang signifikan yang ditemukan di Zimbabwe dan Tanzania.
Kendati memiliki potensi sumber energi yang melimpah, banyak wilayah di Afrika masih kekurangan infrastruktur energi yang memadai. Afrika memiliki kebutuhan untuk investasi besar dalam teknologi dan infrastruktur energi. Indonesia dengan keahliannya dalam energi terbarukan dapat bekerja sama dengan negara-negara Afrika untuk mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan.
Direktur Energi Nasional di Kementerian Sumber Daya Mineral dan Energi (MIREME) Mozambik, Marcelina Mataveia saat menjadi panelis dalam sesi Diskusi Panel Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 yang berlangsung di Nusa Dua Bali pada 3 September lalu mengatakan bahwa negara memiliki sumber daya mineral yang melimpah.
Sumber daya mineral yang dimaksud adalah batu bara, gas, hidro, tenaga surya, angin, biomassa, sebagian energi panas bumi, litium, nikel, dan grafit yang pengembangannya dapat menguntungkan negara dan para konsumen lainnya dalam konteks dekarbonisasi.
Untuk dekade mendatang, Mozambik telah merancang penyediaan 2,5 gigawatt kapasitas pembangkit baru yang akan tersedia dengan beroperasinya beberapa pembangkit listrik baru seperti pembangkit listrik berbahan bakar gas yang akan menghasilkan 450 megawatt,
pembangkit listrik tenaga angin pertama yang akan menghasilkan 120 megawatt.
Negara di Afrika bagian timur juga akan membuat pembangkit listrik tenaga air yang akan menghasilkan 1.500 megawatt tenaga air. Kerangka hukum dengan memprioritaskan kemitraan publik-swasta juga telah disiapkan untuk menarik lebih banyak investasi di sektor energi.
“Indonesia memiliki pengalaman luas dalam mengembangkan industri gas, yang bagi Mozambik, ini merupakan peluang besar untuk bertukar pengalaman dan pembelajaran dalam lingkup kerja sama antara kedua negara. Jadi, kami berharap untuk mengembangkan kerja sama kami, dan kami yakin bahwa kami dapat belajar banyak dari pengalaman Indonesia,” kata Mataveia.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Kabinet (Menteri) Kementerian Energi dan Minyak Bumi Republik Kenya, J. Opiyo Wandayi menuturkan bahwa negaranya terus memajukan transisi menuju energi bersih. Total kapasitas pembangkit energi terbarukan yang sudah terpasang sekitar 3.100 megawatt yang 40 persennya berasal dari panas bumi.
Potensi sumber daya energi panas bumi Kenya, lanjutnya, diperkirakan mencapai 10.000 megawatt dan baru sekitar 950 megawatt yang telah terpasang. Negara tersebut juga bercita-cita mencapai 100 persen transisi menuju energi hijau pada 2030 dengan capaian saat ini sudah menyentuh 93 persen.
Kerja keras mewujudkan 7 persen sisanya yang sebagian besar berasal dari pembangkit energi tenaga termal, dinilai Wandayi dapat diwujudkan dengan salah satunya melalui kemitraan dengan Indonesia.
“Indonesia sudah berkembang dengan baik dalam hal kapasitas di bidang energi panas bumi. Dalam satu tahun terakhir, kami telah menjalin kerja sama di tingkat yang sangat tinggi antara Indonesia dan Kenya yang berujung pada nota kesepahaman antara kedua kementerian energi,” ucapnya.
Kemitraan energi baru
IAF 2024 yang berfungsi sebagai pintu masuk bagi pelaku bisnis di Indonesia untuk menjalin kerja sama strategis dengan negara-negara Afrika dengan mengoptimalkan potensi perdagangan serta transaksi bisnis kedua kawasan, turut dimanfaatkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menawarkan dua hal setelah mengetahui potensi hilirisasi industri mineral terutama litium yang dimiliki oleh Mozambik dan Zimbabwe. Penawaran pertama adalah berbagi pengalaman dan kedua menjalin kemitraan yang lebih erat dalam jangka waktu panjang demi mempercepat pertumbuhan ekonomi kedua wilayah.
Dadan turut membahas pencapaian dalam mengembangkan biodiesel untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Indonesia saat ini telah mencampurkan 35 persen biodiesel berbasis minyak sawit ke dalam bahan bakar diesel dan sedang mempersiapkan peningkatan hingga 40 persen pada tahun depan.
Dalam upaya mencapai emisi nol bersih pada 2060, Indonesia juga sedang merevisi sejumlah regulasi, termasuk undang-undang tentang energi terbarukan, dan memperluas kerjasama dengan negara-negara maju terutama di bidang teknologi dan pembiayaan.
Kementerian ESDM mencatat kerja sama Indonesia dengan negara-negara Afrika di sektor energi meliputi eksplorasi minyak dan gas, eksplorasi pertambangan, energi terbarukan, serta kerja sama panas bumi dengan Kenya, Bersama Tanzania, kerja sama difokuskan pada eksplorasi perminyakan, pengembangan kapasitas, serta pengembangan sumber daya energi.
Sementara itu, Madagaskar bekerja sama dengan PT TIMAH dalam eksplorasi chrome dan berencana memperluas ke sektor energi terbarukan. Kolaborasi B2B juga dilakukan dengan beberapa perusahaan Indonesia, seperti PT Wijaya Karya dan PT LEN Energy yang terlibat dalam proyek-proyek pembangkit listrik di Afrika.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan bahwa Badan Usaha Milik Negara tersebut siap membangun kerangka kerja sama energi yang kuat untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat dari kedua belah pihak dan berkontribusi terhadap tujuan keberlanjutan global.
Pertamina telah memperluas jangkauannya ke Afrika sejak 2013, Dalam sektor bisnis hulu migas, perseroan telah memiliki rekam jejak di beberapa negara Afrika seperti Algeria, Gabon, Nigeria, Angola, Namibia, dan Tanzania.
Sementara itu, dalam sektor perkapalan, terdapat tiga pelabuhan utama di Algeria, Nigeria, dan Angola, serta melayani rute ke Mesir, Algeria, Nigeria, Afrika Selatan, Tanzania, Djibouti, dan Gibraltar.
Saat ini, Pertamina fokus pada ekspansi di Kenya untuk mengembangkan blok panas bumi dengan mengelola seluruh rantai proses dari hulu hingga hilir, mulai dari pengeboran hingga pembangkit listrik tenaga panas bumi. Di Afrika Selatan, perusahaan menawarkan solusi energi terbarukan melalui proyek gas ke tenaga listrik.
Pada IAF 2024, perusahaan plat merah tersebut turut melakukan pertukaran dokumen nota kesepahaman dengan perusahaan minyak nasional Tanzania bernama Tanzania Petroleum Development Corporation (TPDC).
Kerja sama antara kedua pihak tersebut mencakup program pertukaran pengetahuan, peningkatan kapasitas, dan upaya penelitian kolaboratif yang dapat lebih meningkatkan kemampuan dalam mengadopsi dan menerapkan praktik energi berkelanjutan. Selain itu, kedua belah pihak juga menjajaki kemitraan investasi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Sinergi Indonesia-Afrika untuk memperluas cakupan energi terbarukan