Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Standar Industri Hijau (SIH), bisa meningkatkan multiplier effect atau dampak positif berkelanjutan dari hilirisasi baja.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Andi Rizaldi dihubungi di Jakarta. Senin, mengatakan, hal tersebut karena dua standardisasi itu membantu pengusaha industri pengolahan baja menjaga mutu produk, sehingga produk hilir yang dihasilkan bisa diterima tak hanya di level domestik, namun juga internasional.
"Semakin kompetitif, kemudian semakin bisa diterima oleh pasar luar negeri. Jadi gak cuma nanti mengandalkan pasar dalam negeri yang mungkin konsumsinya masih kecil," katanya.
Dikatakan Andi, melalui penerapan standardisasi itu, pengusaha manufaktur baja bisa melakukan peningkatan produktivitas sekaligus efisiensi, sehingga nantinya berujung pada potensi ekspansi bisnis yang membuka peluang peningkatan serapan tenaga kerja.
Lebih lanjut, ia menyatakan, sektor baja saat ini menjadi salah satu subsektor industri yang masuk dalam prioritas pengembangan oleh Kementerian Perindustrian.
Pihaknya mencatat, sektor baja yang termasuk dalam industri logam dasar terus konsisten menunjukkan kinerja yang gemilang. Hal ini terlihat dari pertumbuhannya yang paling tinggi dibanding sektor lain, misalnya pada semester I tahun 2024, pertumbuhan industri ini mencapai angka 18,07 persen secara tahunan.
Pertumbuhan tersebut didorong tingginya permintaan domestik dan luar negeri. Komoditas logam dasar juga mengalami peningkatan volume ekspor yang cukup tinggi dengan mencapai 25,2 persen untuk logam dasar besi dan baja, serta 24,29 persen untuk pengecoran logam.
Sementara itu, mengutip dari laman Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyatakan bahwa di minggu ketiga Maret 2025 harga scrap di pasar baja global mencapai 380 dolar AS atau Rp6,2 juta (kurs Rp16.572) per ton. Angka ini naik 8 dolar AS pada minggu lalu.
Untuk pasar impor ASEAN dan ekspor ke China mengalami kenaikan harga. Kenaikan ini karena adanya permintaan luar negeri dari produk baja domestik.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batu bara Indonesia (Aspebindo) Anggawira menyampaikan bahwa hilirisasi baja dapat memperkuat kemandirian industri nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor.
Salah satu sektor industri yang ia soroti adalah sektor konstruksi. Anggawira memperkirakan dalam membangun sebuah perumahan saja, Indonesia membutuhkan sekitar 30–40 persen baja.
Menurut dia bahwa industri baja berperan penting dalam penyediaan bahan baku konstruksi, terlebih terkait dengan program tiga juta rumah yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenperin sebut SNI dan SIH perluas dampak positif hilirisasi baja