Jakarta (ANTARA) - Pekan ini pasar keuangan global dibuka dengan catatan hijau, setidaknya di permukaan. Futures Nasdaq 100 melonjak lebih dari satu persen, S&P 500 dan Dow Jones menyusul dengan penguatan yang solid.
Sekilas, ini terlihat seperti sinyal bahwa pelaku pasar mulai mendapatkan kembali kepercayaan diri mereka.
Namun di balik angka-angka itu, ada dinamika besar yang sedang membentuk awan ketidakpastian dan itu datang dari satu sumber utama, yakni kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump yang terus berubah-ubah.
Tidak ada yang lebih melelahkan bagi pasar daripada ketidakpastian yang datang dari arah kebijakan tertinggi.
Strategi tarif dan perdagangan yang dimainkan Trump seolah menjadi semacam permainan dadu yang mengacak-ngacak ekspektasi pasar setiap saat.
Ekonom Unand Syafrudin Karimi, bahkan menilai kebijakan tarif Trump bukan sekadar soal neraca perdagangan, melainkan mencerminkan arsitektur kekuasaan global yang memungkinkan kekejaman tetap berlangsung selama angka ekonomi terlihat "stabil".
Syafrudin berpendapat, kebijakan ekonomi dalam bentuk tarif bukanlah alat netral sebab digunakan tidak hanya untuk melindungi ekonomi domestik, tetapi juga untuk mengatur ulang narasi global, mengalihkan perhatian dari kejahatan kemanusiaan dan melindungi kepentingan geopolitik tertentu.
Dampaknya luas dan sistemik. Dalam dua pekan terakhir, misalnya, indeks S&P 500 sempat ambruk dalam penurunan empat hari terburuk sejak pandemi 2020, hanya untuk kemudian melompat hampir 10 persen setelah pengumuman penundaan tarif.
Ini bukan sekadar volatilitas biasa, melainkan bentuk ekstrem dari pasar yang kehilangan jangkar, di mana satu pernyataan bisa menggerakkan kapitalisasi pasar bernilai triliunan dolar, bahkan menjatuhkannya dalam hitungan menit.
Di tengah ketidakpastian ini, pasar keuangan kehilangan kemampuannya untuk menilai risiko dengan rasional.
VIX, indeks yang mengukur ketakutan di pasar, melambung tinggi, mencerminkan betapa rentannya ekosistem ini terhadap kabar dan kebijakan yang datang tiba-tiba.
Dolar melemah
Lebih parahnya lagi, semua seperti sedang melihat fenomena yang sangat tidak biasa ketika imbal hasil obligasi AS melonjak, tapi dolar justru melemah. Dolar seperti sedang dihukum investor.
Logika ekonomi klasik akan mengharuskan dolar menguat ketika yield naik, namun pasar kini bergerak di luar logika konvensional. Ini bukan hanya soal data, melainkan tentang kepercayaan.
Dan saat kepercayaan pada dolar mulai memudar, dunia menoleh ke tempat lain, termasuk pada aset-aset aman, seperti emas, bahkan Bitcoin.
Harga emas tetap kokoh, meski telah mencatat kenaikan tajam sebelumnya. Ini menandakan bahwa investor global masih memandang logam mulia sebagai pelindung utama dari kekacauan kebijakan dan potensi resesi.
Dalam konteks suku bunga yang mungkin akan dipangkas oleh Federal Reserve sebagai respons terhadap tekanan konsumsi akibat tarif, emas justru makin menarik.
Tanpa beban bunga, dengan dolar yang melemah, dan kekhawatiran terhadap masa depan ekonomi AS, investasi emas untuk jangka menengah hingga panjang menjadi semakin rasional.
Bahkan, posisi beli saat harga emas terkoreksi tipis masih menjadi strategi yang jauh lebih aman ketimbang mengejar reli jangka pendek di saham yang rentan berubah arah sewaktu-waktu.
Bitcoin, yang sebelumnya sempat terpuruk, kini mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Dalam diam, ia membangun fondasi teknikal yang mengesankan.
The co-founder of BitMEX, Arthur Hayes, mengingatkan akan kemungkinan krisis obligasi yang bisa memaksa AS mengubah arah kebijakan secara drastis, dan ini bisa menjadi bahan bakar utama bagi reli kripto.
Sementara penulis, analis keuangan, dan pengembang Bollinger Bands, John Bollinger, melihat pola double bottom pada struktur grafik Bitcoin, sebuah pertanda yang sering kali menandai awal dari tren naik yang kuat.
Prediksi ini mengarah pada potensi bull run yang bisa dimulai dalam hitungan pekan, tepat ketika banyak aset tradisional masih tertatih menghadapi badai ketidakpastian.
IHSG merespons
Kembali ke dalam negeri, indeks harga saham gabungan (IHSG) ikut merespons positif. Indeks menguat hampir satu persen, menembus zona konsolidasi dan mulai menunjukkan niat untuk bergerak ke atas.
Head of Retail Research BNI Sekuritas Fanny Suherman mengatakan IHSG hari ini berpotensi mencoba melanjutkan penguatan jika masih bertahan di atas support 6.200.
Pelaku pasar di Tanah Air memang sempat terguncang oleh pencabutan sementara tarif terhadap barang-barang Eropa, serta aksi balasan China terhadap kenaikan tarif impor dari AS.
Namun hari ini, candlestick bullish yang terbentuk di pertengahan sesi menjadi sinyal kuat bahwa dana jangka pendek kembali masuk ke pasar.
Volatilitas pun mulai meningkat, terlihat dari garis bollinger band yang melebar, pertanda bahwa pasar bersiap memilih arah.
Indikator teknikal lain turut mendukung, dimana RSI stabil di atas level netral, MACD membentuk golden cross, dan histogram tetap di zona positif. Semua ini mengindikasikan bahwa kekuatan beli perlahan tapi pasti mulai mendominasi kembali.
Namun satu hal yang harus diingat oleh investor adalah bahwa fase seperti ini, fase ketika pasar terlihat membaik, tetapi berdiri di atas fondasi psikologis yang rapuh, adalah waktu yang sangat krusial untuk memainkan strategi dengan presisi.
Ini bukan saatnya terbawa euforia, melainkan waktu yang tepat untuk mempertajam naluri membaca ritme pasar.
Mereka yang siap mental dan paham bahwa kepanikan hanya menciptakan kesempatan akan mampu membeli ketika harga rendah, bukan menjual karena takut.
Strategi semacam ini justru akan memanen hasil terbaik saat kondisi pasar kembali pulih dan aset unggulan kembali mencetak harga wajar atau bahkan premium.
Di era kebijakan ekonomi yang tidak menentu seperti saat ini, strategi bukan sekadar soal angka, tapi juga tentang memahami narasi besar di balik pergerakan pasar.
Sentimen bisa berubah dalam sekejap, dan hanya mereka yang mampu melihat peluang dalam kekacauan yang bisa bertahan, bahkan menang.
Saat dunia bergulat dengan ketidakpastian yang dipicu oleh kebijakan tarif Trump, saat pasar bingung membedakan antara sinyal dan noise, justru di sanalah ruang bagi strategi yang cerdas dan tenang untuk bersinar.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Strategi investasi di tengah kebijakan tarif yang berubah-ubah