Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Pemerintah sedang menghitung kerugian akibat kasus kapal pesiar yang menabrak terumbu karang di kawasan Raja Ampat Papua Barat beberapa waktu lalu.
"Itu lagi diitung semua, bukan soal ganti rugi karena itu berapa puluh hingga ratusan tahun baru bisa tumbuh lagi," kata Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan usai rapat terbatas kabinet di Kantor Presiden Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.
Ia menyebutkan pemerintah tidak ingin kasus itu seperti kasus Montara di Laut Timor yang sangat merugikan Indonesia.
"Kita tidak mau seperti Montara yang lambat penyelesaiannya," katanya.
Ia menyebutkan tim dari pemerintah sedang bekerja di lapangan antara lain untuk memetakan dampak dari kasus itu.
Sebelumnya sebuah kapal pesiar menabrak terumbu karang yang dilindungi di kawasan Raja Ampat pada Sabtu (4/3).
Sementara itu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan masalah itu sudah dibahas dalam rapat di Kantor Kemenko Kemaritiman pada Senin (13/3).
"Saya dapat info ada kejadian itu pada Sabtu siang, lalu saya bicara dengan dua dirjen karena menurut saya ada dua hal penting pertama penggantian kerusakannya, dan kedua aspek hukumnya," katanya.
Ia sudah meminta tim dari Kementerian LHK turun ke lapangan. Mereka berangkat pada Minggu tanggal 12 Maret dan tiba Senin tanggal 13 Maret 2017.
"Saya minta mereka tetap di lokasi untuk memetakan kerusakannya, kan meter perseginya macam-macam ada yang bilang 1300, 1600. Coba saja diteliti sebaik-baiknya. Identifikasi lapangan harus dilakukan," katanya.
Ia menyebutkan insiden kapal menabrak terumbu karang baru kali ini terjadi sehingga penangannya berbeda dengan tumpahan minyak.
"Kalau tumpahan minyak sudah beberapa kali terjadi," katanya.
Ia menyebutkan kapal pesiar penabrak karang itu saat ini sudah meninggalkan Indonesia.
"Tapi saya minta diidentifikasi betul-betul, apa agennya, siapa operatornya dan dalam berita acara yang dibuat mereka menyanggupi untuk memberikan ganti rugi," kata Siti Nurbaya.