Jakarta (ANTARA) - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menyampaikan duka cita atas berpulangnya Kepala Perpusnas periode 2010–2016, Sri Sularsih, pada kemarin, Minggu (16/11) pukul 15.15 WIB.
"Indonesia kehilangan salah satu perempuan terbaiknya dalam dunia literasi. Jasa dan warisan pemikiran Ibu Sri Sularsih akan terus hidup dalam transformasi layanan Perpustakaan Nasional RI," ujar Kepala Perpusnas E. Aminudin Aziz dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Sebagai penghormatan, Perpusnas berkomitmen meneruskan visi dan perjuangan beliau dalam memperkuat layanan berbasis transformasi digital, memperluas jangkauan literasi hingga pelosok, menghadirkan fasilitas yang ramah, inklusif, dan setara bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Almarhumah merupakan sosok pemimpin visioner yang telah menorehkan jejak monumental dalam sejarah perpustakaan dan literasi Indonesia.
Lahir dari keluarga sederhana di Kulon Progo, Jawa Tengah, Sri Sularsih kecil menumbuhkan kecintaannya pada buku melalui kertas koran bekas pembungkus roti. Pengalaman itu melahirkan rasa lapar akan bacaan dan menjadi landasan tekad hidupnya.
Ia memastikan anak-anak Indonesia tidak lagi "membaca dari sisa-sisa", tetapi memperoleh akses literasi yang layak, merata, dan bermartabat. Kisah perjalanan itu ia tuangkan dalam buku "30 Tahun Mengukir Makna", berisi kilasan hidup yang membentuk karakter, integritas, dan visi kepemimpinannya.
Sularsih juga merupakan inisiator berdirinya gedung layanan Perpusnas, perpustakaan tertinggi di dunia dengan 24 lantai. Dirinya juga penggagas program Perpustakaan Keliling Nasional melalui pemerataan akses literasi dengan pengadaan ratusan mobil perpustakaan keliling dan kapal perpustakaan keliling untuk menjangkau wilayah pesisir dan tertinggal.
Almarhumah juga mendorong distribusi sekitar 50 juta buku ke seluruh pelosok Indonesia sebagai bagian dari Program Gemar Membaca, menjadikan literasi sebagai gerakan publik yang inklusif.
Sri Sularsih juga memainkan peran penting dalam proses penguatan regulasi literasi nasional, termasuk implementasi Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, yang menjadi dasar pengembangan perpustakaan di seluruh Indonesia.
Dalam catatan hidupnya, ia menekankan bahwa buku adalah makanan bagi jiwa, sumber kebijaksanaan, dan jembatan yang menghubungkan masyarakat dengan harapan. Ia mengajarkan bahwa literasi bukan sekadar membaca, melainkan membebaskan pikiran, memperluas wawasan, dan mengangkat derajat bangsa.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kiprah Pejuang Literasi Sri Sularsih yang berpulang kemarin
