Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Kabar bocornya soal dan kunci jawaban Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) tingkat SMA/SMK/MA diketahui sejak hari pertama ujian sekolah itu berlangsung, Senin 20 Maret 2017.
Lebih parahnya lagi, kebocoran soal USBN yang 75 persennya disusun oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang merupakan guru dari daerah setempat dilakukan oleh oknum guru.
Sejak hari pertama kabar itu beredar, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan bahwa Kemendikbud langsung menurunkan tim investigasi untuk menelisik kasus bocornya soal.
Berselang dua minggu sejak pelaksanaan USBN, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) merilis sejumlah temuan yang didapatinya berdasarkan pemantauan yang dilakukan secara independen di lapangan dengan temu media di kantor ORI Jakarta, Selasa (4/4).
Komisioner ORI Ahmad Suaidi menyebutkan timnya menjabarkan temuan menjadi 10 malaadministrasi yang terdiri dari empat kategori temuan, yakni dari sisi peserta, pengawas, penyelenggaraan, dan temuan lain.
ORI membentuk Tim Tujuh Bidang Pendidikan yang dikoordinatori oleh Rully Amirrulloh. Tim tersebut melakukan pemantauan di hampir 30 sekolah tingkat SMA/SMK/MA di Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi.
Metode pemantauan dilakukan secara acak, namun ada juga beberapa sekolah yang sudah direncanakan untuk didatangi.
Berdasarkan pantauan langsung yang dilakukan, Rully bersama timnya benar menemukan adanya kebocoran soal seperti yang dikabarkan saat hari pertama pelaksanaan USBN.
Rully mendapati distribusi soal USBN yang dikemas dalam bentuk kepingan cakram digital (CD) sudah sampai di sekolah H-5 hingga H-4 sebelum pelaksanaan ujian.
Terlebih lagi, CD berisi soal yang berformat PDF tersebut bisa dibuka dengan bebas tanpa ada proteksi kata kunci atau "password".
Rully menceritakan dirinya mendapat pengakuan langsung dari guru sekolah tentang proses bocornya soal tersebut. "Mereka cerita blak-blakan, tapi mereka minta namanya dan nama sekolahnya di-hidden," kata Rully.
Soal USBN yang berada dalam CD kemudian dicetak lalu diperbanyak di tempat fotokopi dekat sekolah untuk selanjutnya disebarkan pada murid.
Meskipun tidak mengungkapkan sekolah mana saja yang didatangi oleh tim ORI, Rully mengakui kasus bocornya soal tersebut terjadi di sekolah wilayah Jakarta Selatan.
Kasus yang lebih parah lagi terjadi di Jakarta Timur di mana guru yang mendapatkan soal USBN kemudian membuat sendiri kunci jawaban untuk kemudian dijual kepada peserta ujian seharga Rp25.000 per siswa.
"Dan itu dijualnya bukan secara diam-diam, tapi seluruh siswa tahu," kata Rully.
Sedangkan pada kasus lainnya ORI juga menemukan kunci jawaban yang diberikan guru kepada siswa sesaat sebelum ujian dilaksanakan.
ORI mempertanyakan integritas guru yang melakukan hal-hal tersebut. Selain itu lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk pencegahan malaadministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik tersebut juga mengkritik tidak adanya uji kompetensi khusus dalam perekrutan MGMP sebagai kelompok guru yang merumuskan soal USBN.
ORI menilai pengawasan dalam pendistribusian soal-soal USBN tersebut sangat lemah. Mulai dari dinas pendidikan provinsi setempat didistribusikan ke setiap rayon, lalu dilanjutkan pendistribusian ke sekolah-sekolah.
Temuan lainnya yang juga menyalahi prosedur operasional standar (POS) ialah pengawasan yang dinilai kurang ketat.
Berdasarkan hasil pemantauan, ORI mencontohkan sikap pengawas yang membawa alat komunikasi elektronik ke dalam ruang ujian, meninggalkan ruang ujian hingga 15 menit lamanya, pengawas yang berasal dari sekolah yang sama (bukan pengawasan silang antarsekolah), hanya ada satu pengawas ujian yang seharusnya dua pengawas sehingga membuat kondisi ujian tidak kondusif.
Rully menyebutkan tim juga menemukan adanya ruang ujian yang sangat tertutup sehingga tidak bisa terpantau dari luar ruangan, peserta ujian yang membawa alat komunikasi elektronik ke dalam ruang ujian, dan ada sekolah yang menyarankan peserta ujian membawa laptop pribadi karena kurangnya fasilitas untuk ujian.
Komisioner ORI Ahmad Suaidi menilai apa yang dilakukan oleh guru dan sekolah yang membocorkan soal dan bahkan kunci jawaban USBN tidak terlepas dari kekhawatiran akan menurunnya akreditas sekolah.
USBN memiliki porsi yang lebih banyak dalam menentukan kelulusan seorang siswa ketimbang hasil nilai yang didapat dari Ujian Nasional.
Tindakan Kemendikbud
Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Daryanto menanggapi temuan dan rekomendasi dari ORI tersebut dengan tindak lanjut berupa investigasi untuk memvalidasi data-data yang disebutkan tersebut.
"Masukan ini tentu akan kita teliti, berapa magnitude-nya, di mana lokasinya, apa dan seperti apa modusnya. Akan kita tindaklanjuti berupa saran dan perbaikan ke depan," kata dia.
Daryanto mengakui bahwa pelaksanaan USBN tahun ajaran 2016/2017, yang juga merupakan USBN pertama, masih jauh dari sempurna dan perlu perbaikan di sana-sini.
Menurutnya, pelaksanaan USBN jauh berbeda dengan penyelenggaraan ujian akhir sekolah seperti yang sebelumnya dilakukan.
Hal yang dinilainya perlu diperbaiki dan dilakukan penajaman ialah hal-hal terkait prosedur operasional standar (POS) yang harus lebih ketat dan mengikat.
Dia pun tidak menampik bahwa pelaksanaan POS yang sudah ditetapkan tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa dibarengi tenaga pendidik atau pengawas yang juga mematuhi dan melaksanakan prosedur yang sudah ada.
"Ini sangat tergantung man behind-nya. Kalau kita rancang SOP sebagus apapun, kalau man behind tidak optima, SOP-nya juga tidak optimal," kata Daryanto.
Selain itu, dia melanjutkan, kewenangan untuk penyelenggaraan dan pengawasan ujian tingkat sekolah SMA ada di dinas pendidikan provinsi, dan dinas pendidikan kabupaten/kota untuk tingkat SD dan SMP.
Kewenangan untuk memberikan sanksi kepada guru atau sekolah yang melakukan kecurangan pun berada di wilayah dinas pendidikan provinsi. Kemendikbud hanya mengatur melalui regulasi dan kebijakan.
Sementara Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Ari Santoso menekankan agar kejadian bocornya soal USBN tidak bisa digeneralisasi pada seluruh peserta dan penyelenggara ujian.
Dia mencontohkan kasus bocornya kunci jawaban soal UN pada 2015 yang tersebar di aplikasi pesan singkat dengan tautan ke Google Drive. Namun ada sejumlah siswa SMAN 3 Yogyakarta yang memilih tidak menggunakan kunci jawaban tersebut dan malah melaporkan kecurangan itu.
"Bahwa masih banyak anak bangsa kita yang jujur," kata Ari.