Bandung (ANTARA GORONTALO) - Kelembutan hati dari seorang ibu atau perempuan
terbukti bisa mengubah seseorang ke arah yang lebih baik lagi.
Hal tersebut telah dibuktikan oleh Nuriska Fahmiany, perempuan asal
Kota Cimahi ini menjadi salah seorang sosok berdirinya komunitas untuk
anak-anak punk di Kota Bandung yang diberi nama "Rumah Hijrah Punksteur".
"Salah satu yang bisa membuat hati penuh terisi adalah ketika kita
bisa menularkan kebaikan kepada orang lain. Ketika orang lain merasakan
kebaikan yang juga pernah kita rasakan," kata Nuriska membuka obrolan
kepada Antara, di Bandung, beberapa waktu lalu.
Ia menuturkan awal mula dirinya bisa terlibat dengan anak-anak punk di Rumah Hijrah Punksteur adalah karena faktor ketidaksengajaan.
Kala itu, Nursika yang merupakan penggagas dari komunitas Kebukit
atau Kelola Buku Kita diundang untuk menghadiri sebuah acara di Jakarta.
"Itu akhir tahun 2016, saya diundang ke sebuah acara kerelawanan sama pendiri Punk Muslim di Jakarta. Terus anak-anak tersebut datang ke kita, ngobrol-ngobrol dan mereka menyatakan ingin berhijrah," kata dia.
Merespon keinginan untuk berhijrah dari anak-anak punk tersebut, Nuriska mengusulkan ide pembuatan sebuah perpustakaan di base camp atau tempat mereka berkumpul.
"Mereka itu punya base camp, di belakang Rumah Sakit Hermina
Pasteur, tepatnya di daerah Cipedes Hilir. Di sana, saya dan
teman-teman Kebukit membuat mereka sebuah perpustakaan," kata dia.
Tak hanya membangun sebuah perpustakaan, Nuriska dan relawan Kebukit lainnya juga memberikan kegiatan lainnya untuk kawan Punkers (sebutan darinya untuk para anak punk yang ingin berhijrah).
"Jadi waktu itu, saya dan teman-teman Kebukit lainnya nemenin
mereka belajar ngaji Iqro, terus setiap malam minggu kita adakan bedah
buku," kata dia.
Gugup, itulah perasaan yang muncul pada dirinya saat harus mengajarkan anak punk belajar mengaji.
"Deg-degan pastinya saat pertama kali ngajarin mereka
mengaji, sempat bingung ini pendekatannya harus bagaimana, tapi di sana
saya mencoba untuk menjadi teman bagi mereka, dan alhamdulillah respon
balik dari mereka bagus," kata dia.
Keihlasan mengajarkan hal positif kepada anak punk berbuah manis
saat saat salah seorang anak punk menghubungi dirinya dan mengucapkan
terima kasih atas pemberian sebuah buku tentang Islam.
"Jadi ada salah satu leader Kawasan Punkers bilang ke saya ingin berhijrah, waktu itu dia ngirim pesan
ke-WA saya mengenai begitu terkesannya dia dengan buku yang saya
pinjamkan kepada nya beberapa hari yang lalu. bukunya berjudul Abu Bakar
Assidiq Sang Khafillah Pertama," ujar dia.
Pada mulanya anak punk tersebut seperti segan dengan buku yang saya pinjamkan, mungkin anggapannya bukunya tersebut agak "berat" untuk dibaca.
"Namun dibilang Teh, Subhanallah ya Abu Bakar itu, terus Teh,
memang agama itu melebihi apa pun ya . Dua kalimat itu cukup membuat
hati saya tergetar, dan mata seakan akan menjadi berat karena rasa
haru," kata Nuriska.
Selama ini, kata Nuriska, dirinya tidak pernah memaksakan kehendak
agar anak-anak punk tersebut mau membaca buku di perpustakaan yang
didirikan, atau belajar mengaji di sana atau ikut kegiatan bedah buku
setiap malam minggu.
"Saya tidak pernah mempermasalahkan ketika yang datang mengaji
hanya tujuh orang atau bahkan banyak, mencapai puluhan. Karena saya
yakin setiap pertemuan di Rumah Hijrah Punk adalah hendak Allah SWT,"
kata dia.
"Dan kedatangan mereka untuk membaca buku, belajar mengaji, itu
ibaratnya semacam memberikan energi positif lain kepada saya," ujar dia.
Kegiatan anak-anak punk di Rumah Hijrah Punksteur, Cimahi (15/4/2017) (ANTARA News/Ajat Sudrajat)
Mendirikan Perpustakaan Ojeg
Selain menjadi sosok di balik berdiri "Rumah Hijrah Punksteur",
Nuriska yang berulang tahun setiap tanggal 13 Agustus ini juga telah
mendirikan Pangkalan Ojek Pintar di Jalan Cikutra, Kota Bandung.
"Pepustakaan di pangkalan ojeg ini adalah yang pertama kami buat di Kota Bandung," kata dia.
Sepintas tak berbeda dengan pangkalan di tempat lain yakni beberapa motor parkir berjejer.
Namun ada sebuah rak buku berukuran 1 x 1,5 meter yang berisi puluhan jenis buku di dalamnya.
Nuriska menuturkan, awal mula tercetus ide mendirikan "Pangkalan
Ojek Pinter" ialah karena dirinya dan 10 orang lainnya di Komunitas
Kebukit ingin memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada tukang ojeg
ketika menunggu penumpang.
"Selama ini, saya melihat, waktu luang ketika para tukang ojek yang
nunggu penumpang di pangkalannya, biasanya diisi dengan kegiatan
merokok, catur atau tidur," kata dia.
Dengan adanya buku di pangkalan ojek tersebut, kata Nuriska,
diharapkan tukang ojek bisa mengisi waktu senggangnya dengan kegiatan
yang lebih bermanfaat.
"Minimal, dengan mereka membaca buku. Ada pengetahuan baru buat
mereka dari buku yang dibaca saat menunggu penumpangnya di pangkalan
ojeg," ujar relawan yang pernah ikut dalam Ekspedisi Bakti Kesra
Nusantara tahun 2013.
Buku-buku yang dihimpun oleh Komunitas Kebukit, kata Nuriska, merupakan buku sumbangan dari masyarakat.
Menurut dia, saat Komunitas Kebukit sempat disangka "sayap kanan"
parpol politik ketika hendak menawarkan idenya untuk membentuk
"Pangkalan Ojeg Pintar".
"Ternyata tukang ojek di sana menyangka kalau kita itu, dari partai
politik. Tapi kita bantah, kita jelasin ke mereka kalau kita komunitas
bukan parpol. Dan alhamdulilah mereka mengerti dan paham," kata dia.
Nuriska, "Kartini" di balik rumah hijrah Punksteur
Minggu, 23 April 2017 14:40 WIB