Gorontalo, (ANTARA GORONTALO) - Sebagian besar masyarakat Gorontalo pernah mendengar kehadiran duwiwi, salah satu jenis burung yang menghuni Danau Limboto.
Bagi warga di daerah tersebut, burung ini akrab disebut dalam kehidupan sehari-hari, meski belum tentu mereka pernah melihatnya secara langsung.
"Saya sering mendengar kata duwiwi, dalam bayangan saya bentuknya seperti bebek. Tapi belum pernah melihatnya sendiri selama ini, hanya tahu kalau burung ini tinggal di danau," kata salah seorang warga Kota Gorontalo, Nuryana Hasan, Kamis.
Dalam situs konservasi burung Kutilang.or.id, burung duwiwi merujuk pada jenis Belibis Kembang dengan nama ilmiah Dendrocygna arcuata.
Belibis Kembang dideskripsikan berukuran sedang atau sekitar 45 centimeter dengan bulu berwarna cokelat merah.
Bagian kepala atas dan leher belakang berwarna cokelat gelap, sedangkan bagian lainnya lebih pucat. Punggung dan ekor juga cokelat dengan bagian dada cokelat berangan.
Burung ini memiliki bulu putih dengan warna hitam pada sisi menonjol dari bawah sayap, tungging dan ekor bawah putih. Sementara itu, bagian iris cokelat, paruh hitam, dan kaki cokelat abu-abu.
Burung ini terdiri atas 3 sub-spesies, yakni Dendrocygna arcuata, Dendrocygna australis, dan Dendrocygna pygmaea.
Daerah persebaran sub-spesies arcuata, meliputi Filipina, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi, Jawa, Sunda Kecil, dan Maluku.
Sedangkan sub-spesies australis terdapat di Australia utara dan Papua bagian selatan, serta sub-spesies pygmaea tercatat berada di New Britain.
Biasanya duwiwi ditemukan di alam secara kelompok dengan habitat danau dan rawa air tawar, beristirahat di tepian air yang terbuka atau berumput.
Saat mencari makan, burung ini mendatangi kawasan berair dan menyelam berulang-ulang.
Makanannya antara lain rumput, teratai dan vegetasi air lainnya, terkadang juga memakan serangga dan verteberata perairan.
Belibis bersarang di alang-alang yang tinggi atau "spot" terlindung lainnya yang berada di dekat air, dengan jumlah telur 6-15 butir setiap periode berbiak.
"Burung ini sangat sensitif dibandingkan jenis burung lain di Danau Limboto. Jika menyadari keberadaan manusia mereka langsung terbang menjauh," ungkap fotografer kehidupan liar, Idham Ali.
Diburu
Beberapa tahun lalu, Idham mengungkapkan masih menemukan kelompok Belibis Kembang dalam jumlah yang cukup besar di Danau Limboto.
Ia mengabadikannya melalui sederet foto saat burung tersebut makan dan membersihkan diri di tepi danau.
"Tapi setiap tahun kehadiran burung ini semakin berkurang, bahkan cenderung langka. Untuk memotretnya, saya tidak mudah lagi menemukannya," kata Idham yang hampir setiap pekan berburu foto burung di danau itu.
Menurut nelayan setempat, Samue Poponu, duwiwi adalah burung yang paling banyak diburu selain Bondula. Bondula adalah burung Mandar Besar (Porphyrio porphyrio) yang juga menetap di danau tersebut.
"Dulu nelayan juga ikut memburu burung ini, tapi sekarang tidak lagi. Justru pemburu yang ada saat ini datang dari luar desa, mereka membawa senapan angin," ungkapnya.
Ia juga mengaku semakin jarang melihat duwiwi berada di danau dan mengamati dominasi kawanan burung Kuntul di kawasan itu.
Padahal, dalam daftar International Union for Conservation of Nature (IUCN), burung tersebut masih tergolong berisiko rendah.
Biodiversitas Gorontalo (BIOTA), sebuah perkumpulan yang fokus pada pelestarian keanekaragaman hayati di Gorontalo, adalah pihak yang melakukan pemantauan secara periodik terhadap burung-burung di Danau Limboto.
Anggota BIOTA, Rosyid Azhar, mengatakan maraknya perburuan burung di danau masih merupakan pekerjaan rumah yang belum terselesaikan sampai saat ini.
"Banyak yang ke danau memburu burung baik untuk dimakan maupun hanya untuk kesenangan saja. Kondisi ini memprihatinkan bila mengingat beberapa jenis burung di danau sudah langka," katanya.
Menurutnya, Belibis Kembang dan Mandar Besar adalah jenis yang paling banyak diburu untuk dikonsumsi, karena tekstur dan ketebalan dagingnya lebih banyak dibandingkan dengan jenis lain.
Jenis lainnya tetap ikut diburu karena populasi burung di danau meningkat dengan keberadaan burung migran. Danau ini juga menjadi tempat persinggahan puluhan jenis burung migran atau pendatang, terutama sekitar pertengahan hingga akhir tahun.
Burung migran terpantau singgah di danau untuk makan dan berbiak pada musim tertentu, dan tampak sepi pada musim selanjutnya.
Jenis burung migran tersebut, di antaranya Terik Asia Oriental (Glareola maldivarum), Ibis Rokoroko (Plegadis falcinellus), Berkik Kembang Besar (Rostratula benghalensis), Gajahan Penggala (Numenius phaeopus), Kedidi Ekor Tajam (Calidris acuminata), Trinil Pantai (Actitis hypoleucos).
Burung lainnya, yakni Gajahan Kecil (Numenius minutus), Gagang Bayam (Himantopus leucocephalus), Cerek Pasir Besar (Charadrius leschenaultii), Trinil Semak (Tringa glareola), Cerek Asia (Charadrius veredus), Dara Laut Kumis (Chlidonias hybridus), dan Trinil Pantai (Actitis hypoleucos).
Meningkatnya perburuan juga diduga sebagai dampak dibukanya akses tanggul oleh pemerintah di danau, yang dapat digunakan sebagai jalan masuk kawasan itu.
"Pada musim kemarau sebagian areal danau mengalami kekeringan, sehingga orang bisa dengan mudah menjelajah tanpa perahu ke tengah danau. Demikian juga dengan adanya jalan baru yang mengelilingi danau memungkinkan orang bisa naik mobil mendekati `spot` yang banyak burungnya," tambah Rosyid yang turut mengabadikan foto jenis-jenis burung di danau tersebut.
Ia berharap, pemerintah segera memberikan perlindungan pada keanekaragaman hayati di Danau Limboto, sebagai bagian dari penyelematan danau kritis tersebut.