Seoul (ANTARA) - Pemerintah Korea Selatan pada Selasa memerintahkan sebagian besar sekolah dan wilayah sekitarnya ditutup serta kembali mengalihkan pembelajaran tatap muka ke pertemuan lewat dunia maya.
Kebijakan itu merupakan langkah terbaru Korsel mengantisipasi lonjakan kasus positif COVID-19 yang ditemukan beberapa hari terakhir.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan melaporkan 280 kasus COVID-19 baru pada Senin malam (24/8) sehingga total pasien positif mencapai 17.945 jiwa dan 310 di antaranya meninggal dunia.
Jumlah itu menunjukkan kasus harian di Korsel mulai turun apabila dibandingkan dengan total pasien positif baru pada Sabtu (22/8) sebanyak 397 jiwa, angka harian tertinggi sejak awal Maret 2020 di Korea Selatan.
Meskipun sebagian besar kasus positif ditemukan di wilayah padat penduduk di ibu kota Korsel, Seoul, otoritas kesehatan setempat mengatakan kemungkinan pemerintah kembali memberlakukan karantina massal cukup besar.
Pemerintah meminta masyarakat setempat untuk tetap di rumah dan membatasi perjalanan ke luar. Seluruh pelajar, kecuali untuk siswa tingkat akhir sekolah menengah atas, di Kota Seoul, Kota Incheon, dan Provinsi Geonggi, akan menjalani pembelajaran via Internet sampai 11 September 2020, kata Kementerian Pendidikan, Selasa.
Tahun ajaran baru Musim Semi telah ditunda beberapa kali sejak Maret 2020. Saat kasus harian COVID-19 mulai turun drastis setelah sempat tinggi sejak Februari, sebagian besar sekolah di Korsel buka bertahap mulai 20 Mei 2020 sampai 1 Juni 2020.
Namun dalam dua minggu terakhir, sekitar 150 siswa dan 43 staf pengajar di sekolah daerah Seoul positif tertular COVID-19, kata Menteri Pendidikan Yoo Eun-hae saat jumpa pers.
Otoritas di Kota Seoul pada Senin untuk pertama kalinya mewajibkan penggunaan masker di dalam dan luar ruangan, termasuk di sarana umum. Pemerintah Kota Seoul juga memerintahkan tempat seperti gereja, klub hiburan malam, bar karaoke, dan sarana-sarana berisiko lainnya ditutup.
Menteri Kesehatan Korea Selatan Park Neung-hoo pada Selasa meminta ribuan dokter yang mogok kerja untuk kembali merawat pasien.
“Kami dengan tulus meminta tenaga kesehatan kembali bekerja, mengingat pasien telah menunggu,” kata dia saat menemui ribuan tenaga kesehatan yang berunjuk rasa.
Para dokter memprotes beberapa usulan pemerintah, termasuk di antaranya rencana meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran sampai 4.000 pada 10 tahun mendatang. Pemerintah mengatakan rencana itu penting untuk mengantisipasi krisis kesehatan sebagaimana yang terjadi saat pandemi COVID-19.
Namun, asosiasi dokter mengatakan banyaknya jumlah mahasiswa kedokteran akan memenuhi pasar tenaga kerja dan hanya sedikit berpengaruh pada persoalan yang sifatnya sistemik.
Sumber: Reuters