Diduga pemalsuan tanda tangan, perkara MAKI dkk dicabut
Jumat, 28 Agustus 2020 3:45 WIB
Jakarta (ANTARA) - Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan sejumlah lembaga masyarakat mencabut pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 karena terdapat dugaan pemalsuan tanda tangan dalam permohonan.
Hakim Konstitusi Aswanto dalam sidang pendahuluan tambahan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, meminta klarifikasi kepada kuasa hukum pemohon terkait adanya ketidaksamaan tanda tangan dalam berkas-berkas permohonan.
"Sebenarnya apa yang terjadi sehingga tiga dokumen berbeda-beda tanda tangannya? Orangnya sama, tapi kemudian tanda tangan berbeda. Tanda tangan di surat kuasa berbeda dengan tanda tangan di permohonan pertama, tanda tangan di permohonan pertama berbeda dengan tanda tangan di perbaikan permohonan," ujar Aswanto.
Ia mempertanyakan keaslian tanda tangan pemohon serta meminta informasi benar tidaknya terdapat pihak yang menandatangankan guratan-guratan tanda tangan yang tampak berbeda-beda.
Apabila permohonan dilanjutkan, ia mengatakan akan terdapat konsekuensi hukum karena pemalsuan dokumen termasuk tindak pidana. Pemalsuan dokumen juga dipandang sebagai penghinaan kepada lembaga Mahkamah Konstitusi.
"Kalau Saudara tidak ingin muncul masalah hukum yang lebih lanjut, Saudara bisa menarik permohonan ini kembali," ucap Aswanto menegaskan.
Dalam kesempatan itu, kuasa hukum pemohon yang hadir dalam sidang, Rizky Dwi Cahyo Putra, mengatakan tidak mengetahui perkara ketidaksamaan tanda tangan itu lantaran menerima berkas sudah dengan tanda tangan. Namun, ia mengakui para pemohon tidak berdomisili di Jakarta.
Selanjutnya untuk menghidari masalah hukum di masa depan, ia mengatakan memutuskan untuk mencabut perkara yang diajukan MAKI bersama Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997; Lembaga Kerukunan Masyarakat Abdi Keadilan Indonesia (Kemaki); Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakkan Hukum Indonesia (LP3HI); serta Perkumpulan Bantuan Hukum Peduli Keadilan (Peka) itu.
"Kami bisa langsung menyatakan dulu untuk dicabut, jika ada memang kekhawatiran seperti itu dan istilahnya adalah kecurigaan yang besar gitu, terhadap hal itu. Dan memang kami juga tidak bisa saat ini mengonfirmasi apakah itu benar adanya seperti itu, Yang Mulia," tutur Rizky Dwi Cahyo Putra.
Secara terpisah, Koordinator MAKI Boyamin mengatakan pihaknya berniat mengajukan kembali pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
Hakim Konstitusi Aswanto dalam sidang pendahuluan tambahan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, meminta klarifikasi kepada kuasa hukum pemohon terkait adanya ketidaksamaan tanda tangan dalam berkas-berkas permohonan.
"Sebenarnya apa yang terjadi sehingga tiga dokumen berbeda-beda tanda tangannya? Orangnya sama, tapi kemudian tanda tangan berbeda. Tanda tangan di surat kuasa berbeda dengan tanda tangan di permohonan pertama, tanda tangan di permohonan pertama berbeda dengan tanda tangan di perbaikan permohonan," ujar Aswanto.
Ia mempertanyakan keaslian tanda tangan pemohon serta meminta informasi benar tidaknya terdapat pihak yang menandatangankan guratan-guratan tanda tangan yang tampak berbeda-beda.
Apabila permohonan dilanjutkan, ia mengatakan akan terdapat konsekuensi hukum karena pemalsuan dokumen termasuk tindak pidana. Pemalsuan dokumen juga dipandang sebagai penghinaan kepada lembaga Mahkamah Konstitusi.
"Kalau Saudara tidak ingin muncul masalah hukum yang lebih lanjut, Saudara bisa menarik permohonan ini kembali," ucap Aswanto menegaskan.
Dalam kesempatan itu, kuasa hukum pemohon yang hadir dalam sidang, Rizky Dwi Cahyo Putra, mengatakan tidak mengetahui perkara ketidaksamaan tanda tangan itu lantaran menerima berkas sudah dengan tanda tangan. Namun, ia mengakui para pemohon tidak berdomisili di Jakarta.
Selanjutnya untuk menghidari masalah hukum di masa depan, ia mengatakan memutuskan untuk mencabut perkara yang diajukan MAKI bersama Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997; Lembaga Kerukunan Masyarakat Abdi Keadilan Indonesia (Kemaki); Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakkan Hukum Indonesia (LP3HI); serta Perkumpulan Bantuan Hukum Peduli Keadilan (Peka) itu.
"Kami bisa langsung menyatakan dulu untuk dicabut, jika ada memang kekhawatiran seperti itu dan istilahnya adalah kecurigaan yang besar gitu, terhadap hal itu. Dan memang kami juga tidak bisa saat ini mengonfirmasi apakah itu benar adanya seperti itu, Yang Mulia," tutur Rizky Dwi Cahyo Putra.
Secara terpisah, Koordinator MAKI Boyamin mengatakan pihaknya berniat mengajukan kembali pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.