Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Pengamat perkotaan dari Universitas Parahyangan,
Marco Kusumawijaya, menilai Jakarta tidak memerlukan penghasilan
tambahan dengan membangun 17 pulau buatan di Teluk Jakarta. Jika ini
jadi, maka akan ada tambahan daratan seluas 5.100 Hektare.
Menurut dia, rendahnya serapan anggaran DKI pada 2015, yaitu 67
persen dari total anggaran sebesar Rp67,28 triliun, menunjukkan banyak
dana yang masih sangat cukup digunakan untuk rehabilitasi laut tercemar,
bukan malah mereklamasi.
"Persoalannya, pemahaman tentang
pentingnya rehabilitasi itu kurang karena orang tidak paham bahwa
merehabilitasi lingkungan sebetulnya merehabilitasi ekonomi," ujar dia,
saat dihubungi dari Jakarta, Minggu.
Rehabilitasi yang dimaksud Kusumawijaya, adalah mengendalikan limbah
yang dibuang ke sungai-sungai dan pada akhirnya bermuara ke laut utara
Jakarta.
Untuk itu, daripada menambah luasan wilayah darat dengan reklamasi
Teluk Jakarta hanya atas dalih untuk memicu pertumbuhan bisnis properti
dan komersial, ia dengan tegas meminta agar laut Jakarta dipulihkan atau
direhabilitasi.
Pendiri Rujak Center for Urban Studies (RCUS) itu juga menolak
anggapan bahwa penghentian reklamasi pulau akan berdampak pada kerugian
negara karena pulau-pulau yang kini tengah dibangun akan "mangkrak".
Kata dari bahasa Jawa ini (mangkrak) memang terkenal belakangan ini.
"(Kalau
dilanjutkan reklamasi), Kerugian justru terjadi pada sesuatu yang kita
sebut milik bersama yaitu laut. Sementara yang untung ya pribadi,
perusahaan, dan pemerintah dengan rezimnya saat ini," kata dia.
Dia katakan, pulau-pulau buatan yang sudah terlanjur dibangun bisa
difungsikan untuk proses rehabilitasi seperti ditanami bakau atau
didirikan kampung nelayan.
Meskipun tidak bisa pulih seperti semula, kata dia, namun
rehabilitasi bisa mendukung upaya bioremediasi atau menghidupkan kembali
biota-biota yang ada di perairan utara Jakarta.
Sebelumnya pada Jumat (15/4), Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi
Pudjiastuti, atas kesepakatan dengan Komisi IV DPR, meminta pemerintah
Provinsi DKI Jakarta menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta
terlebih dahulu sampai memenuhi aturan perundangan yang telah
disyaratkan.
"Reklamasi dilakukan tanpa ada rekomendasi serta tidak ada perda zonasi wilayah pesisir," kata dia.
Dia mengingatkan, bila pemerintah Provinsi DKI ingin melakukan
reklamasi Teluk Jakarta, maka harus mendapatkan rekomendasi dari pihak
pemerintah pusat.
Baru kemudian, reklamasi tersebut bisa dilaksanakan sesuai dengan
peraturan daerah zonasi wilayah pesisir yang ada di setiap daerah.
Di tempat terpisah, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Purnama, yang akrab
dipanggil Ahok, mengatakan, respon Presiden Joko Widodo terkait
reklamasi Teluk Jakarta pada prinsipnya yang penting tidak merusak
lingkungan.
"Saya kira secara prinsip presiden pernah jadi gubernur. Bagi
presiden reklamasi tidak ada yang salah, seluruh dunia ada reklamasi,
yang penting jangan merusak lingkungan, kata presiden," kata Ahok
mengutip pernyataan Jokowi, di Jakarta, Jumat (15/4).
Berbeda
dengan boss-nya, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Hidayat,
mengemukakan, reklamasi Teluk Jakarta memang sebaiknya dihentikan karena
belum ada landasan hukum bagi pengembang untuk bisa membangun sehingga
sebaiknya menunggu adanya perda.
Dia juga menginginkan agar
pemerintah pusat dan pemerintah daerah yaitu pemerintah Provinsi DKI
dapat duduk bersama agar tidak ada lagi silang pendapat termasuk untuk
menyamakan pandangan mengenai peraturan perundangan yang berlaku terkait
dengan proyek reklamasi.
Jakarta tidak perlu penghasilan tambahan dari reklamasi Teluk Jakarta
Minggu, 17 April 2016 19:23 WIB