Jakarta (ANTARA GORONTALO) - Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di
negara berkembang kawasan Asia Timur dan Pasifik akan tetap bertahan
hingga tiga tahun mendatang, meskipun sejumlah negara perlu mengambil
langkah untuk mengurangi kerentanan finansial dan fiskal.
"Pengetatan
keuangan global, pertumbuhan global yang terus melambat atau
perlambatan di China yang datang lebih awal akan menjadi cobaan bagi
ketahanan Asia Timur," kata Kepala Ekonom Bank Dunia untuk kawasan Asia
Timur dan Pasifik, Sudhir Shetty, dalam teleconference dengan wartawan di Jakarta, Rabu.
Laporan Perkembangan Ekonomi Asia Timur dan Pasifik yang baru
disusun Bank Dunia memperkirakan China akan terus melakukan transisi ke
pertumbuhan yang lebih lamban namun tetap berkelanjutan dari 6,7 persen
pada 2015 menjadi 6,5 persen pada 2017 dan 6,3 persen pada 2018.
Untuk negara lain di kawasan tersebut, pertumbuhan diproyeksikan
akan stabil di angka 4,8 persen tahun ini, kemudian tumbuh menjadi 5
persen pada 2017, dan 5,1 persen pada 2018.
Secara keseluruhan, ekonomi negara berkembang di kawasan Asia Timur
diperkirakan tumbuh sebesar 5,8 persen pada 2016 dan 5,7 persen pada
2017-2018.
Di China, pertumbuhan akan melemah seiring dengan perekonomiannya
yang terus menuju ke sektor konsumsi, pelayanan dan aktivitas dengan
nilai tambah yang tinggi, serta kelebihan kapasitas industri yang
dikurangi.
Namun, pasar tenaga kerja yang lebih ketat akan terus mendukung pertumbuhan pendapatan dan konsumsi rumah tangga.
Diantara negara-negara berkembang, prospek sangat kuat ada di
Filipina dengan pertumbuhan diharapkan melaju ke angka 6,4 persen pada
2016, dan Vietnam yang pertumbuhan tahun ini terhambat karena bencana
kekeringan, namun akan kembali pulih menuju 6,3 persen pada 2017.
"Di Indonesia, pertumbuhan akan naik secara stabil dari 4,8 persen
pada 2015 menjadi 5,5 persen pada 2018, tergantung pada ada atau
tidaknya kenaikan investasi publik, suksesnya perbaikan iklim investasi,
serta kenaikan penerimaan," tutur Shetty.
Sedangkan pertumbuhan di Malaysia akan jatuh secara tajam ke angka
4,2 persen pada 2016 dari 5 persen pada 2015, disebabkan melemahnya
permintaan global terhadap minyak dan produksi ekspor.
Sementara itu, prospek pertumbuhan di beberapa negara eksportir
komoditas justru memburuk. Ekonomi Mongolia diproyeksikan hanya tumbuh
sekitar 0,1 persen atau turun dari 2,3 persen pada 2015 akibat
melemahnya ekspor mineral dan pengendalian hutang.
Ekonomi Papua Nugini akan tumbuh mencapai 2,4 persen pada 2016 atau
turun dari 6,8 persen pada 2015 disebabkan turunnya harga dan hasil
olahan tembaga serta gas alam.
Rekomendasi
Untuk mendorong pertumbuhan inklusif di Asia Timur dan Pasifik, Bank Dunia merekomendasikan serangkaian langkah kebijakan.
Pertama, China diharapkan mengacu pada kesuksesan sebelumnya dalam
mengurangi kemiskinan dengan memperbaiki akses layanan umum bagi
penduduk desa dan kaum migran yang terus bermigrasi ke daerah perkotaan.
Kedua, negara-negara lain perlu mengatasi kesenjangan infrastruktur
dengan menyeimbangkan kembali pengeluaran publik, meningkatkan kerja
sama publik dan swasta, serta memperbaiki efisiensi manajemen investasi
publik.
Ketiga, Bank Dunia merekomendasikan program pembangunan anak usia
dini dan intervensi mikronutrisi untuk menanggapi masalah malnutrisi
yang semakin meluas. Tingginya tingkat malnutrisi yang menimpa anak-anak
di banyak negara, bahkan di negara berpendapatan menengah-tinggi
seperti Indonesia dan Filipina, berujung pada defisit kesehatan yang
sulit diatasi.
Terakhir, negara-negara Asia Timur dan Pasifik diharapkan
mempertajam potensi teknologi dalam transformasi pelayanan keuangan dan
peningkatan inklusi keuangan.
"Kawasan ini secara teknologi sudah cukup maju dengan tingkat
penetrasi penggunaan telepon selular yang cukup tinggi, namun
negara-negaranya tertinggal dalam hal layanan keuangan," tutur Shetty.
Bank Dunia nilai pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik stabil
Rabu, 5 Oktober 2016 19:16 WIB