Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menjelaskan perihal kenaikan tunjangan direksi yang dikabulkan oleh Kementerian Keuangan, namun mendapatkan kritik.
Fachmi di Jakarta, Kamis, mengatakan keputusan Kementerian Keuangan terkait kenaikan tunjangan direksi BPJS Kesehatan tersebut tidak berasal dari pos anggaran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang defisit.
"Jangan dihubungkan antara defisit dengan keputusan Kementerian Keuangan. Karena BPJS ini sejak awal ada dua pos keuangan, ada dana jaminan sosial, ada carry over dari PT Askes, aset sebagai BUMN yang kita kelola," kata Fachmi.
Anggaran dari pos operasional BPJS Kesehatan didapat dari aset PT Askes yang diinvestasikan hingga saat ini. Dana hasil investasi tersebut digunakan untuk peningkatan kapasitas organisasi seperti pembelian mobil dinas, gedung, dan lain-lain.
"Jadi betul yang sampaikan Ibu Menteri Keuangan melalui humasnya, ini tidak berdasarkan dana APBN. Saya kira itu yang mesti dipahami," kata dia.
Fachmi juga mengklarifikasi bahwa besaran tunjangan yang diterima oleh direksi BPJS Kesehatan tidak mencapai Rp300 juta per bulan.
"Soal angka yang katanya sampai Rp300 juta itu nggak betul informasi itu. Tidak sebesar itu," kata Fachmi.
Dia menjelaskan bahwa apa yang diterima oleh direksi sudah sesuai dengan undang-undang, terhadap apa yang diterima pada saat PT Askes. Perubahan dari BUMN PT Askes menjadi lembaga jaminan sosial tetap mempertahankan hak-hak karyawan dan direksi.
"Dalam pembahasan undang-undang juga disebutkan hak-hak karyawan jangan sampai berubah. Jadi kita sebetulnya stabil saja dengan apa yang diterima pada saat masih PT Askes, BUMN persero," kata dia.
Fachmi menyebut bahwa keuangan untuk operasional BPJS Kesehatan setara dengan perusahaan BUMN perbankan atau lembaga keuangan keuangan yang ada saat ini.
"Tapi kita tidak setinggi lembaga keuangan Bank Mandiri," kata Fachmi.*
Sempat dikritik, Dirut BPJS Kesehatan jelaskan kenaikan tunjangan direksi
Jumat, 16 Agustus 2019 6:42 WIB