Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi meminta masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap tawaran layanan keuangan dari perusahaan finansial berbasis teknologi (fintech) menyusul temuan bahwa 34 persen dari ribuan "fintech" ilegal dikendalikan atau memiliki "server" di luar wilayah Republik Indonesia.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing kepada Antara di Jakarta, Selasa, mengatakan pihaknya sudah menemukan 1.773 "fintech" ilegal yang tidak terdaftar dan tidak berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama 2018-2019.
Sebanyak 34 persen dari 1.773 fintech itu atau 602 entitas memiliki server yang berlokasi di luar Indonesia. Sementara 22 persen server berasal dari Indonesia dan 44 persen lainnya belum diketahui keberadaannya.
Tongam mengatakan meskipun fintech itu diblokir oleh Satgas dan juga Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), pemilik dan pengendali fintech itu dapat menciptakan entitas baru fintech ilegal dengan server yang tetap berlokasi di luar negeri.
"Itu kita tidak bisa memprediksi. Tapi kita lakukan deteksi dini, makanya kita blokir ribuan 'fintech' ilegal. Kita juga sedang menyelidiki apakah orang-orang di balik ini adalah orang asing atau orang asing yang memanfaatkan agen di Indonesia," ujar Tongam.
Berdasarkan temuan Satgas, dari 34 persen fintech yang dikendalikan di luar negeri, sebanyak 14 persen dikendalikan server yang berlokasi di Amerika Serikat, kemudian delapan persen berlokasi di Singapura, enam persen di China dan dua persen di Malaysia.
"Memang mereka bisa saja muncul lagi dengan nama baru. Maka itu masyarakat juga perlu waspada," ujar dia.
Tongam mengatakan pihaknya sudah berupaya maksimal membendung operasi fintech ilegal. Satgas telah meminta Badan Reserse Kriminal Polri untuk menindak tegas pelaku fintech ilegal yang telah ditangkap. Kemudian, Satgas juga memblokir aplikasi fintech ilegal dengan bantuan Kemkominfo. Selain itu, Satgas juga melarang industri perbankan untuk bekerja sama dengan fintech ilegal.
Namun yang paling efektif, menurut Tongam, adalah kesadaran masyarakat untuk tidak mau bekerja sama dengan fintech ilegal.
"Jika masyarakat ingin bekerja sama dari fintech, bisa melalui fintech yang terdaftar di OJK. Nama-nama dari fintech terdaftar itu bisa dilihat di situs OJK," ujar dia.