Dalam eksekusi gelombang pertama di pemerintahan Presiden Joko Widodo, ada lima warga negara asing dan satu warga negara Indonesia (WNI) yang dihadapkan ke depan regu tembak.
Warga negara asing itu antara lain berasal dari Nigeria, Malawi, Vietnam, Belanda, dan Brasil.
Brasil memanggil duta besarnya di Jakarta untuk konsultasi dan sembari mengatakan eksekusi tersebut akan mempengaruhi hubungan bilateral.
"Penggunaan hukuman mati, yang oleh masyarakat dunia kian dikutuk, berpengaruh besar terhadap hubungan negara kami," demikian pernyataan presidensial yang diterbitkan oleh kantor berita Brasil.
Belanda, yang sebelumnya adalah pemerintahan kolonial di Indonesia, juga memanggil duta besarnya dan mengutuk eksekusi atas warga negaranya, Ang Kiem Soei.
"Itu adalah hukuman yang kejam dan tak manusiawi dalam ukuran penolakan yang tak dapat diterima atas martabat kemanusiaan dan integritas," kata Menlu Belanda Bert Koenders.
Sebelum eksekusi, pengacara Soei berkicau di Twitter bahwa Soei berterima kasih pada upaya gagal pemerintah Belanda dan kliennya akan berdiri di hadapan regu tembak tanpa penutup mata.
Presiden Indonesia, yang menandatangani eksekusi bulan lalu, telah mengambil sikap keras pada supremasi hukum dan berjanji untuk tidak ada grasi atas pelanggar narkoba .
Indonesia melanjutkan eksekusi di tahun 2013 setelah jeda lima tahun.
"Ini adalah negara yang beberapa tahun lalu mengambil langkah positif untuk menajuh dari hukuman mati, tapi pemerintah sekarang menyetir negara ke arah yang berlawanan," kata Rupert Abbott, Direktur Penelitian Asia Tenggara untuk Amnesty International, sebagaimana dikutip Reuters.
Penerjemah: Ida Nurcahyani