Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo meminta agar metode pemberantasan korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) harus disempurnakan.
"Diperlukan cara-cara baru yang lebih 'extra-ordinary', metode pemberantasan korupsi harus terus kita perbaiki dan terus kita sempurnakan," kata Presiden Joko Widodo di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) yang juga dihadiri para menteri Kabinet Indonesia Maju, pimpinan KPK, Dewan Pengawas KPK, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Kejaksaan Agung serta pejabat terkait lainnya.
"Penindakan jangan hanya menyasar peristiwa hukum yang membuat heboh di permukaan, namun dibutuhkan upaya-upaya yang lebih fundamental, upaya-upaya yang lebih mendasar, dan lebih komprehensif yang dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat," tutur Presiden Jokowi.
Menurut Presiden Jokowi, upaya penindakan sangat penting untuk dilakukan secara tegas dan tidak pandang bulu, bukan hanya untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan memberikan efek menakutkan (detterrence effect) kepada yang berbuat.
"Tapi penindakan juga sangat penting untuk menyelamatkan uang negara dan mengembalikan kerugian negara," ucap Presiden.
Tidak ketinggalan, Presiden Jokowi mengingatkan "asset recovery" dan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"'Asset recovery' dan PNBP juga harus diutamakan untuk penyelamatan dan pemulihan keuangan negara serta memitigasi perbuatan koruspi sejak dini," ungkap Presiden.
Presiden pun mengapresiasi capaian pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi dan peningkatan PNBP pada semester 1 tahun 2021.
"Misalnya, Kejaksaan Agung berhasil mengembalikan kerugian negara dari kasus korupsi sekitar Rp15 triliun dan tadi jumlah yang lebih besar sudah disampaikan ketua KPK yang telah dikembalikan kepada negara lewat KPK," kata Presiden.
Ketua KPK Firli Bahuri dalam sambutannya menyebut total pengembalian kerugian keuangan negara pada 2021 oleh KPK adalah Rp2,6 triliun serta penyelamatan potensi kerugian negara adalah Rp46,5 triliun.
"Kita semua menyadari bahwa korupsi merupakan 'extra-ordinary crime' yang mempunyai dampak luar biasa oleh sebab itu harus ditangani secara 'extra-ordinary' juga," tambah Presiden.
Dilihat dari jumlah kasus yang ditangani aparat penegak hukum, Presiden Jokowi menyebut jumlahnya termasuk luar biasa karena pada Januari - November 2021 Polri telah melakukan penyidikan 1.032 kasus korupsi, Kejaksaan Agung pada periode yang sama melakukan penyidikan sebanyak 1.486 perkara korupsi.
"Demikian KPK menangani banyak sekali kasus korupsi seperti yang tadi disampaikan ketua KPK," ujar Presiden.
Firli Bahuri menyebut KPK sepanjang 2021 melakukan 119 penyelidikan, 109 penyidikan, 88 penuntutan dengan jumlah tersangka 121 orang tersangka.
"Beberapa kasus korupsi besar juga berhasil ditangani secara serius. Dalam kasus Jiwasraya misalnya para terpidana telah dieksekusi dan dipenjara oleh Kejaksaan dan 2 di antaranya divonis seumur hidup dan aset sitaan mencapai Rp18 triliun dirampas untuk negara. Dalam kasus Asabri dituntut mulai penjara 10 tahun sampai hukuman mati serta uang pengganti kerugian negara mencapai belasan triliun rupiah," paparnya.
Belum lagi penuntasan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dimana satgas BLBI juga bekerja keras mengejar hak negara yang nilainya mencapai Rp110 triliun dan mengupayakan agar tidak ada obligor dan debitor yang luput dari pengembalian dana BLBI.
Presiden Jokowi: metode pemberantasan korupsi harus disempurnakan
Kamis, 9 Desember 2021 12:18 WIB