Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengungkapkan, ratusan pekerja migran yang mengetahui modus penipuan daring dengan target warga negara Indonesia ketika sampai di Kamboja telah menolak dipekerjakan oleh perusahaan sehingga mendapat intimidasi.
"Hampir semua mereka mendapatkan kekerasan, selain mendapat penyekapan di Kamboja," kata Benny saat dikonfirmasi di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin,
Benny mengatakan, awalnya para Pekerja Migran Indonesia (PMI) berangkat secara tidak resmi karena desakan ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Kondisi itu dimanfaatkan oleh banyak perusahaan ilegal di luar negeri. Salah satunya di Kamboja yang memikat calon pekerja migran untuk bekerja dengan cara menipu.
"Bahkan yang menjadi target penipuan adalah negara dan masyarakat Indonesia. Di situlah akhirnya mereka sadar, enggak mungkinlah sebagai orang Indonesia melakukan penipuan kepada masyarakat Indonesia," kata Benny.
Dengan adanya penyekapan, berarti telah terjadi pelanggaran terhadap hak azasi manusia (HAM). Pelanggaran itu kemudian diketahui pemerintah setelah informasi mengenai para pekerja yang mendapat intimidasi dikirim videonya melalui media sosial.
Instansi pemerintah yang menerima informasi tersebut segera mengambil langkah penyelamatan terhadap para PMI tersebut, meski mereka berangkat secara ilegal.
Saat ini negara tidak lagi pilih-pilih dalam melakukan upaya penyelamatan pekerja Indonesia di luar negeri, karena evakuasi negara kepada setiap warga negaranya wajib dilakukan.
Hal ini menjadi bukti bahwa negara tidak membeda-bedakan para pekerja yang berangkat secara resmi atau tidak. "Sepanjang pekerja merupakan warga negara Indonesia, hukum tertinggi adalah keselamatan warga negara," kata Benny.
Menurut Benny, kolaborasi lintas kementerian/lembaga dalam menangani peristiwa ini sangat bagus. Selama di luar negeri, Kementerian Luar Negeri bertanggung jawab melindungi PMI melalui perwakilan Indonesia di luar negeri, yakni Kedutaan Besar dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia.
Setelah PMI yang diselamatkan tiba di Indonesia, perlindungan warga negara menjadi tanggung jawab BP2MI dan kementerian lainnya.
Benny mengatakan, PMI yang sudah tiba di Indonesia pada Jumat (5/8) malam sebanyak 12 orang. "Sore atau malam ini kemungkinan sekitar 14 orang lagi kembali diberangkatkan KBRI Phnom Penh dari Kamboja," katanya.
Terkait antisipasi modus pekerjaan ilegal ini, KBRI Phnom Penh mengimbau kepada para calon tenaga migran dan WNI yang ingin bekerja di Kamboja untuk terlebih dahulu melakukan pengecekan keabsahan berbagai perusahaan yang membuka lowongan pekerjaan tersebut.
Pengecekan dilakukan ke BP2MI, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kedutaan Besar Kerajaan Kamboja di Indonesia serta KBRI Phnom Penh, terutama terkait lokasi dan informasi lowongan pekerjaan yang ditawarkan.
Selain itu, KBRI Phnom Penh juga mengimbau untuk membaca dan memahami kontrak kerja secara teliti sebelum menerima pekerjaan dan berangkat ke Kamboja.
Bagi para pekerja migran atau WNI yang telah sampai di Kamboja agar dapat melakukan lapor diri melalui portal https://peduliwni.kemlu.go.id/. Dengan melakukan lapor diri akan membuat pelayanan dan pelindungan kepada WNI yang berada di luar negeri menjadi lebih optimal.
Selain itu untuk penanganan korban perdagangan orang nantinya ada 24 Kementerian/Lembaga yang terlibat, termasuk BP2MI yang berada pada urutan 23 dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ratusan Pekerja Migran Indonesia di Kamboja mendapat intimidasi