Jakarta (ANTARA) - Banyaknya kasus pecahnya pembuluh darah otak yang menimpa usia produktif mengingatkan pentingnya untuk mendeteksi lebih dini adanya pembengkakan pembuluh darah di otak, kata Dr. dr. Mardjono Tjahjadi, Sp.BS (K).
"Kota sibuk seperti Jakarta membuat masyarakat terutama kalangan muda abai terhadap adanya kelainan pada pembuluh darah otak yang berakibat fatal apabila pecah," kata dokter yang akrab dipanggil Dr. Joy itu di Jakarta, Rabu.
Menurut Dr. Joy disela-sela pemberian penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) atas gelar Doktor (S3) tercepat dari University of Helsinki, Finlandia, yakni hanya butuh waktu 18 bulan 12 hari, banyak pasien yang ditangani di Indonesia dalam kondisi sudah pecah pembuluh darah otak.
Padahal penanganan pasien stroke (pembuluh darah pecah) tentunya membutuhkan waktu untuk pemulihan dan terkadang hasilnya tidak sempurna.
Di University of Helsinki, Dr. Joy mendalami bidang aneurisma otak. Aneurisma otak adalah tonjolan atau pembengkakan pada pembuluh darah di otak. Jika benjolannya pecah, maka bisa terjadi kejang, hilang kesadaran, stroke, hingga kematian.
Berdasarkan statistik, Finlandia adalah salah satu negara dengan kasus aneurisma otak tertinggi di dunia. Ini menjadi salah satu alasan mengapa Dr. Joy menuntut ilmu tentang aneurisma otak di negara Eropa tersebut.
"Di Finlandia, saya mendalami penyakit aneurisma otak. Kenapa di Finlandia? Karena negara ini salah satu negara dengan penyakit aneurisma terbanyak, jadi ilmu tentang aneurisma di sana berkembang pesat," katanya.
Finlandia juga memiliki dokter bedah saraf yang legendaris, yaitu Prof. Juha Hernesniemi yang sudah menangani lebih dari 16.000 operasi otak. Menurut Dr. Joy, dirinya berkesempatan langsung untuk belajar dari Prof. Juha.
"Saya berjanji pada Prof. Juha bahwa saya akan belajar dengan baik di Finlandia. Jadi saya akan bawa pulang ilmu ini dan memberikannya kepada masyarakat di Indonesia," katanya.
Sempat menempuh pelatihan neurovaskular di Korea Selatan, Dr. Joy menyebutkan bahwa di Indonesia hampir 90 persen pasiennya datang dalam kondisi aneurisma yang sudah pecah sehingga sudah terjadi kegawatdaruratan.
Sementara itu di Finlandia, pasien aneurisma yang datang ke dokter sebagian besar belum mengalami pecah.
Selisihnya signifikan antara Indonesia dan Finlandia dalam hal deteksi dini aneurisma. Padahal, aneurisma yang ditangani sebelum pecah, kesempatan sembuhnya jauh lebih tinggi dibanding jika sudah pecah.
"Saya harap kedepannya Indonesia dapat mengikuti Finlandia dalam hal angka deteksi dini aneurisma yang tinggi," kata ahli dari Mandaya Royal Hospital Puri itu.
Hingga kini Dr. Joy telah menangani lebih dari 1.000 pasien aneurisma otak.
Tidak hanya penanganan aneurisma, Dr. Joy juga ahli dalam menangani kasus-kasus bedah saraf lainnya, seperti tumor otak. Bahkan, baru-baru ini dia mempopulerkan teknik "awake brain surgery" (operasi otak metode sadar) dan operasi tumor otak melalui hidung tanpa pembedahan kepala.
Terkait perawatan aneurisma otak dilakukan dengan berbagai metode, termasuk Digital Subtraction Angiography (DSA). DSA adalah teknologi pencitraan medis canggih yang digunakan untuk melihat pembuluh darah dengan sangat jelas.
Prosedur ini memanfaatkan sinar-X dan zat kontras untuk menghasilkan gambar detail dari pembuluh darah, terutama di area otak.
Dia menjelaskan, DSA merupakan prosedur yang sangat minimal invasif. "Kita memasukkan jarum kecil di pembuluh pangkal paha atau melalui pembuluh di tangan, kemudian mengarahkan kateter untuk melakukan diagnostik," katanya.
Jika ditemukan permasalahan di pembuluh otak, kateter yang lebih kecil (microcatheter) akan dinavigasikan tepat ke pembuluh yang bermasalah untuk dilakukan penanganan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Penting deteksi dini pembengkakan pembuluh darah di otak