Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan industri kimia merupakan salah satu sektor strategis dan berperan penting untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi nasional di atas 8 persen.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier dalam diskusi peluang dan tantangan industri kimia di Jakarta, Jumat mengatakan, alasan sektor tersebut strategis karena selama ini produksi industri kimia digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi sektor manufaktur lainnya, antara lain industri plastik dan industri tekstil.
Oleh karena itu, guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8 persen, pengembangan industri kimia mesti diakselerasi, sehingga bisa memberikan nilai tambah yang lebih besar.
"Maka itu pentingnya demand (permintaan) bahan baku kimia ini perlu diisi dari produksi dalam negeri, karena tentu akan membawa dampak positif terhadap peningkatan value added (nilai tambah) yang juga akan berujung pada penyerapan tenaga kerja," ujarnya.
Pihaknya mencatat, industri kimia memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan devisa. Pada 2024 misalnya, capaian nilai ekspor sektor ini menembus 17,39 miliar dolar AS atau Rp284 triliun (kurs Rp16.360).
Selanjutnya, realisasi investasi industri kimia sepanjang 2024 menyentuh angka Rp65,76 triliun.
Kemenperin kini tengah melaksanakan program kebijakan fasilitasi investasi industri petrokimia seperti di Teluk Bintuni, Tanjung Enim, dan Kutai Timur untuk memacu kontribusi sektor tersebut.
Pihaknya memproyeksikan sektor IKFT yang termasuk di dalamnya industri kimia akan memberikan kontribusi nilai tambah sebesar Rp46,09 triliun pada 2029.
Lebih lanjut, Direktur Legal, Hubungan Eksternal, dan Ekonomi Sirkular PT Chandra Asri Pacific Tbk Edi Rivai menyampaikan, sejak 30 tahun lalu, terus mendukung upaya pemerintah dalam mengembangkan industri petrokimia dan kimia di Indonesia.
Adapun Chandra Asri Group adalah perusahaan solusi energi, kimia dan infrastruktur terkemuka di Asia Tenggara.
Perusahaan tersebut kini memiliki kompleks petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia dan mengoperasikan satu-satunya pabrik Naphtha Cracker, Styrene Monomer, Butadiene, MTBE dan Butene-1 di Tanah Air.
Chandra Asri Group melalui PT Chandra Asri Alkali (CAA) tengah membangun Pabrik CA-EDC berskala dunia dengan harapan dapat menunjang percepatan pertumbuhan industri hilir nasional, sekaligus memperkuat rantai pasok baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menyatakan, Pabrik CA-EDC memberikan multiplier effect (efek berganda) yang cukup besar bagi industri baterai EV nasional.
Pada proyeksi 20 tahun ke depan, terhitung sejak kuartal pertama 2027 saat CAA mulai beroperasi penuh, produk soda kostik yang diimpor akan disubstitusi sebesar 827 ribu ton liquid per tahun atau nilainya setara Rp4,9 triliun per tahun.
Dikarenakan saat ini pasar EDC sudah memenuhi kebutuhan nasional, target pasar EDC dari CA-EDC adalah 100 persen ekspor. Sehingga, terdapat potensi penambahan devisa negara melalui ekspor EDC senilai Rp5 triliun per tahun.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenperin: Sektor kimia punya peran strategis capai ekonomi 8 persen