Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) RI Bambang Brodjonegoro menyatakan kerugian ekonomi akibat kemacetan di ibu kota mencapai Rp56 triliun berdasarkan hasil studi pada 2013.
"Jika studinya kita lakukan pada tahun ini kemungkinan kerugian ekonominya sudah Rp100 triliun lebih," kata dia, di Kantor Kementerian PPN RI, Jakarta, Rabu, pada kegiatan Dialog II pemindahan Ibu Kota Negara.
Studi kerugian aspek ekonomi akibat dampak kemacetan ibu kota tersebut dihitung selama kurun waktu satu tahun. Oleh karena itu, pemerintah ingin mengusulkan pemindahan ibu kota.
Ia menilai kemacetan tinggi yang terjadi di Jakarta akibat sistem publik transportasi belum mampu atau masih tertinggal jauh dibandingkan kebutuhan masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi.
Lulusan University of IIIinois di Urbana-Champaign, Amerika Serikat tersebut menegaskan pemerintah perlu membangun bukan memindahkan pusat pemerintahan ke suatu kota.
Setelah dibangunnya ibu kota yang baru, maka diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan tadi seperti kerugian ekonomi akibat kemacetan.
"Ini akan menjadi representasi dari identitas bangsa," katanya.
Apalagi, Indonesia sudah menjadi negara G20 dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar ke-16 di dunia maka sudah sewajarnya memiliki ibu kota yang modern, berstandar internasional dengan tata kelola yang efisien dan efektif.
"Jadi kita benar-benar ingin ibu kota yang sentris," ujarnya.
Untuk menjawab dan mengatasi kerugian ekonomi akibat kemacetan tersebut, maka pemerintah menawarkan tiga opsi terkait pemindahan ibu kota. Pertama tetap di Jakarta, kedua pindah namun tidak jauh dari Jakarta dan ketiga pindah ke luar Jawa.
Menurut dia, pindah ke luar Pulau Jawa merupakan alasan paling tepat untuk mengatasi berbagai persoalan di ibu kota saat ini salah satunya kemacetan.
Menteri PPN/Bappenas: kerugian akibat kemacetan ibu kota sekitar Rp56 triliun
Rabu, 26 Juni 2019 16:03 WIB