Gorontalo (ANTARA) - Warga transmigran di Satuan Permukiman (SP) 3 Desa Saritani, Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo, kesulitan memasarkan hasil pertaniannya ke pasar karena jalan desa yang menghubungkan permukiman dan pasar dalam kondisi rusak parah.
Jalan desa tersebut sulit dilalui kendaraan roda dua dan roda empat.
“Bahkan jika hujan turun, wilayah kami sering terisolir karena luapan air sungai melimpas ke jalan,” ujar salah seorang transmigran asal Yogyakarta Vial Gruvianto di Gorontalo, Jumat.
Ia mengungkapkan sulitnya akses transportasi itu membuat harga hasil pertanian anjlok dan tengkulak biasanya menetapkan harga.
“Contohnya untuk pisang, harga satu sisir hanya seribu atau dua ribu rupiah,” imbuhnya.
Kondisi jalan yang rusak parah ini diperkirakan mencapai 7 kilometer, yang makin memburuk saat hujan karena kendaraan bisa terjebak lumpur.
Kendaraan yang memuat hasil pertanian memiliki beban yang lebih berat, sehingga resiko terjebak lumpur juga lebih besar.
Menurutnya kondisi itu bertahun-tahun dirasakan warga di wilayah transmigrasi, namun paling berat dirasakan warga SP3 karena jaraknya yang paling jauh dan berbatasan dengan hutan Suaka Margasatwa Nantu.
Selain itu, jalan rusak membuat biaya hidup warga transmigran semakin bertambah karena harus menanggung harga barang yang lebih mahal dari tempat lain.
“Elpiji tiga kilogram harganya bisa mencapai Rp50 ribu. Demikian juga untuk akses ke SMA, sebagian siswa terpaksa harus kos di dekat sekolah untuk bisa melanjutkan pendidikannya,” ungkap Vial.
Ia berharap pemerintah daerah memperhatikan kondisi masyarakat di wilayah itu, dengan memperbaiki akses jalan tersebut.