Gorontalo, (Antara Gorontalo) - Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di Provinsi Gorontalo meningkat dari Rp97,35 miliar atau 22,10 persen pada triwulan I 2015, menjadi Rp279 miliar pada triwulan I 2016.
"Perilaku masyarakat dalam memperlakukan fisik uang terutama uang kertas, menjadi faktor utama yang mempengaruhi kualitas uang," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Gorontalo, Suryono di Gorontalo.
Menurut dia, distribusi terbesar uang tidak layak edar adalah jenis uang kertas nominal pecahan Rp2.000 sebesar 36,24 persen. Kemudian diikuti uang kertas nominal pecahan Rp50.000 sebesar 20,34 persen dan uang kertas RP5.000 sebesar 10,99 persen.
"Perilaku masyarakat dalam memperlakukan fisik uang terutama uang kertas, menjadi faktor utama yang mempengaruhi kualitas uang," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Gorontalo, Suryono di Gorontalo.
Menurutnya perlakuan yang tepat seseorang terhadap fisik uang, dapat membuat kualitas fisik uang bertahan lama.
"Bank Indonesia ke depan selalu mendorong masyarakat untuk menjaga kualitas uang yang beredar di masyarakat," ujarnya.
Selain itu, dengan kebijakan "clean money policy", BI berupaya menggantikan uang tidak layak edar tersebut sehingga kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi sesuai dengan pecahan yang dibutuhkan.
Lebih jauh ia mengungkapkan sejalan dengan turunnya laju pertumbuhan ekonomi Gorontalo triwulan I 2016, transaksi dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan melalui mekanisme pembayaran tunai juga turun.
Hal itu tampak pada aliran uang pada Kas Titipan BI di salah satu bank umum di Gorontalo, yakni uang masuk (inflow) lebih besar dari uang keluar (outflow).
Transaksi inflow tercatat sebesar Rp562,81 miliar, meningkat sebesar 115,30 persen dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp261,41 miliar.
Sedangkan untuk transaksi outflow terjadi penurunan signifikan dari Rp398,59 miliar pada triwulan IV 2015, menjadi sebesar Rp170,98 miliar atau turun sebesar -57,10 persen pada periode laporan.